BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BeIakang
Islam
adalah agama samawi yang diturunkan Allah melalui Nabi Muhammad SAW yang ajarannya terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah dalam bentuk perintah, larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia. Islam memiliki syariat-syariat yang diturunkan
Allah kepada umat manusia untuk dijalankan dan bertujuan mencapai kemaslahatan. Ajaran Islam juga mencakup seluruh aspek kehidupan manusia seperti akidah / teologi, ibadah, hukum,
tasawuf, filsafat, ekonomi, sosial, politik dan pembaruan. Kita
sebagai umat Islam diharap kan mampu memahami,
mengerti dan mengamalkan setiap ajaran agama yang termuat dalam kitab sucinya disegala situasi dan kondisi bagaimanapun. Sedangkan sebagai kaum intelektual muslim tentu dalam memahami setiap syariat islam tidak hanya sekedar memaknai teks yang termaktub tapi diharapkan mampu mengambil makna kontekstual yang dapat direalisasikan dengan tetap menjaga kemurnian ajaran agama. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan mengedepankan pembahasan tentang berbagai aspek syariat islam
yang bias direalisasikan dengan memahami islam secara tekstual dan kontekstual.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimanakah Islam SecaraTekstual Dalam Pandangan
Al-Qur’an ?
2. Bagaimanakah Islam secara Kontekstual ?
3. Bagaimanakah Islam Konseptual Dalam Al – Qur’an ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam SecaraTekstual Dalam Pandangan Al-Qur’an
Islam adalah agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW
sebagai kelanjutan dan penyempurnaan agama (dalam bentuk aslinya) yang dibawa
oleh para Nabi sebelumnya.[1]
Teks adalah tulisan
yang membuahkan arti atau pengertian. Dipandang secara tekstual, Al Qur’an adalah merupakan kumpulan firman – firman Tuhan sebagaimana wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad.[2]
Al Qur’an diturun kan dalam bahasa Arab, merupakan kesempurnaan ajaran yang tersusun dalam bahasa sastra,
berupa syair – syair metaforik yang sangat indah, yang tak mungkin manusia mampu membuat tandingannya. Dalam banyak hal merupakan pokok–pokok atau dasar–dasar ajaran moral, yang pelaksanaannya harus dijalankan sesuai petunjuk Rasulullah (Sunnah Rasul), sebagaimana tertuang dalam Hadits.
Mohammad Akuon, seorang pemikir kontemporer
kelahiran Al – Jazair menulis, bahwa kitab suci (Al-Qur’an) itu memangandung
kemungkinan makna yang tak terbatas. Ia menghadirkan berbagai pemikir dan
penjelasan pada tingkat dasariah, eksistensi yang absolut. Ia dengan demikian
selalu terbuka, tak pernah tetap dan tidak tertutup hanya pada satu penafsiran
makna.[3]
Kemurnian,
kesempurnaan serta kesucian Al Qur’an, diyakini akan selamanya terjaga, sebagaimana dijanjikan oleh Tuhan, dan untuk menjaga kemurnian, kesempurnaan serta kesuciannya,
kaidah – kaidah serta metodologi yang absah (salaf
as sahih) harus dilakukan dalam menafsirkannya,
sehingga pemahamannya tidak menyimpang dari apa
yang jelas – jelas terkandung dalam suratan
(tertulis sebagai skrip) ayat – ayatnya.
Ayat – ayat Al Qur’an
selain merupakan syair – syair yang indah, diyakini memiliki kekuatan, yang apabila dilafalkan dengan khusuk,
maka akan menggetarkan jiwa yang
melahirkan kesadaran akan kehadiran Tuhan, Sang Khalik Yang Maha Kuasa.
Karena itu, teks Al
Qur’an dipandang sebagai sumber hukum tertinggi bagi umat
Islam, yang tak dapat dilepaskan dari keberadaan Hadits sahih sebagai petunjuk pelaksanaannya,
yaitu Hadits yang diriwayatkan secara benar oleh para sahabat Nabi yang diakui kemampuan serta integritasnya. Didalam QS. Al – Baqarah ayat 2,
yang berbunyi :
y7Ï9ºs
Ü=»tGÅ6ø9$# w
|=÷u
¡ ÏmÏù ¡ Wèd
z`É)FßJù=Ïj9
ÇËÈ
Artinya : “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
B.
Islam secara Kontekstual
Islam
merupakan sebuah ajaran agama yang tumbuh pertama kali di dunia timur tengah beberapa abad
yang lalu. Islam sebagai suatu agama yang mengandung berbagai ajaran sosial, ekonomi, hukum, akhlak merupakan pegangan umatnya yang harus diterima dan diamalkan secara seksama. Islam mampu berkembang dan menyebar keseluruh penjuru dunia hanya dalam beberapa dekade saja. Islam berusaha memberikan ajaran yang Rahmatanlil’alamin yang tidak dimiliki oleh ajaran agama lainnya. Islam banyak memberikan kelonggaran dalam syariat agama bagi umatnya disesuaikan situasi dan kondisi mereka saat itu karena islam bukanlah agama otoriter dan pemaksaan. Dalam perkembangan dunia islam pada umumnya terbagi dalam dua tahap yaitu[4]
:
1. Islam Tradisional
Tradisi biasa berarti addin yang mencakup semua aspek agama dan percabangannya atau assunah berdasarkan pada model sakral yang sudah menjadi tradisi, biasa juga berarti Al-Silsilah rantai yang mengkaitkan setiap periode
episode atau tahap kehidupan dan pemikiran.
Jadi Islam tradisional menerima Al-Qur’an sebagai kalam Tuhan baik kandungan maupun bentuknya, menerima komentar-komentar tradisional yang linguistik, historical, sapiental dan metafisikal atas
Al-Qur’an. Islam tradisional menginterprestasikan bacaan suci bukan berdasarkan makna literal dan eksternal tapi sesuai tradisi hermeunitik yang mempertahankan syariah sebagai hukum llahi sehingga seluruh moralitas diturunkan dari Al-Quran dan hadits.
Kadang kala Islam tradisional bertentangan dengan interprestasi modernis dan fundamentalis karena Islam tradisional menentang pencapaian kekuasaaan duniawi atas nama Islam dengan melupakan anjuran
Islam sekalipun dunia terus berputar menuju keperadapan yang lebih tinggi. Islam tradisional akan tetap eksis dalam gerakan intelektual
artistic klasik, cendekiawan dan
orang suci yang setia menempuh jalan Nabi.
2. Islam Kontemporer
Sementara pada abad ke
19 banyak gagasan–gagasan barat tentang kemajuan dan pembangunan diterima secara luas dan merata dikalangan penguasa dunia Islam tanpa melakukan analisis secara obyektif sesuai norma-norma Islam yang mereka pegang. Hal ini berimplikasi pada merosotnya moral, keyakinan dan syariat umat Islam terhadap kemurnian ajaran agama yang selama masa tradisional mereka pegang teguh hanya untuk mengejar arus modernisasi dunia.
Dari kebahagiaan semata manusia diera ini lebih memikirkan masa depan kehidupan dunianya dengan menempuh berbagai cara sesuai potensi
SDM yang dimiliki dan menomer duakan hukum-hukum
agama. Memang kalau dipandang sekilas umat Islam menjadi lebih mapan dan mampu bersaing dengan dunia non- Islam sehingga dipandangan dunia, umat Islam bukanlah umat yang lemah dan ketinggalan peradapan. Namun dibalik semua itu umat Islam harus mengorbankan keyakinan ajaran agama yang seharusnya dijadikan pegangan dalam berperilaku. Bukannya kemajuan peradapan Islam yang modern tapi
moral umat Islam yang semakin jauh dari norma-norma agama. Setidaknya diera
Islam kontemporer terdapat tiga gerakan Islam yang berskala luas, antara lain Revivalisme, sebagai reaksi dimulainya ekspansi colonial Eropa abad ke
18 dan 19, kemudian muncul gerakan Reformisme Islam sebagai pengganti Refifalisme yang tidak berhasil mencapai tujuan jangka panjangnnya baru setelah itu muncul Islam fundamental.
Langkah dalam mengkaji gerakan ini adalah harus selalu mencermati bahwa dunia Islam sangat besar dan beragam,
lebih dari 800 juta kaum muslim diseluruh dunia dan sebagian besar dibenua asia khusunya di Indonesia yang mencapai
190 juta muslim. Indonesia bukanlah negara Islam tapi mayoritas penduduknya 90% adalah umat Islam sekaligus sebagai Negara dengan jumlah umat Islam terbanyak didunia.
Ironisnya sebagai Negara mayoritas penduduknya muslim apakah umat
Islam Indonesia sudah menjalankan semua syariat agama serta mampu mengembangkan peradapan Islam modern berbasis teknologi dengan potensi SDM yang unggulan demi kejayaan dan kemakmuran Indonesia pada umumnya dan
Islam pada khususnya. Hal inilah yang belum mampu dicapai oleh
Negara-negara Islam diseluruh dunia sebagaimana yang pernah diungkapkan Eric Hoffer pengarang
The True Believer menyatakan belum ada negara Islam yang berhasil menguasai produksi industry atau mewujudkan sesuatu
yang mendekatinya dengan membandingkan apa yang telah dicapai oleh Jepang, Taiwan, Korsel, Singapura, Hongkong dan India.
C. Islam Konseptual Dalam Al – Qur’an
Pandangan
konseptual tentang Al Qur’an Konsep adalah pengertian atau gambaran umum secara
mendasar ( general notion ) yang dijabarkan atau disampaikan dari apa
yang tertangkap atau terbayangkan (conceived) oleh pikiran manusia ( human mind
). Dipandang secara konseptual, sebagai wahyu Tuhan, ketika diturunkan,
kandungan Al Qur’an tentu tidak terlepas dari konteks perilaku dan peradaban
komunitas yang ada pada saat itu, yang dikenal sebagai jaman Jahiliyah, sekitar
abad 60 Masehi. Al Qur’an kehadirannya tidaklah berdiri sendiri, melainkan
merupakan kelanjutan dan penyempurnaan ajaran – ajaran moral yang dibawakan
oleh Rasul – rasul sebelumnya, yaitu Musa dengan kitab Taurat ( Torah )
nya dan Isa dengan kitab Injil ( Bible ) nya.
Karena
merupakan ajaran yang akan berlaku universal dan abadi (eternal), maka Tuhan
menyampaikan firman - firmanNya lebih banyak dalam bentuk ayat – ayat (verses)
yang berisi perumpamaan – perumpaman ( qiyas ) atau simbolik sifatnya, yang
harus dipahami tidak hanya yang tersurat, tetapi lebih pada yang tersirat, agar
didapatkan makna hakiki ( sejati atau sebenar – benarnya ) dari apa
yang terkandung di dalam firman.
Karena
peradaban manusia terus berkembang dan melahirkan tingkatan nalar dan pemikiran
lebih maju dengan berbagai permasalahan yang timbul karenanya, maka penafsiran
Al Qur’an perlu dilakukan selaras dengan konteks peradaban terkini (aktual),
dengan tetap merujuk pada Hadits sebagai petunjuk pelaksanaannya,
sepanjang Hadits - hadits tersebut masih kontekstual dan tidak bertentangan
dengan yang dimaksudkan (digariskan) Al Qur’an.
Al Qur’an
diturunkan berupa sejelas – jelasnya ayat, yang bila dihayati dengan akal sehat
berlandaskan pemikiran positif dan konstruktif, akan melahirkan pengertian yang
mudah dibayangkan walaupun kadang sulit dipahami, sehingga memunculkan
pengertian – pengertian yang beragam.
Selanjutnya apabila petunjuk – petunjuk al – qur’an
berkaitan dengan kemampuan manusia untuk menjabarkannya, atau berkaitan dengan
adanya kemungkinan perubahan – perubahan dalam pandangan manusia, maka ketika
petunjuk – petunjuk-Nya berdifat global. Redaksi ayat-ayat yang digunakan
selalu dapat menimbulkan interprestasi yang berbeda, agar ayat-ayat tersebut
dapat menampng setiap perbedaan yang diakibatkan umpamanya oleh penalaran yang
sehat, akibat perkembangan positif manusia, atau sebab-sebab lain. Perbedaan
pendapat yang kadang terdapat dalam hukum-hukum ibadah bukanlah karena tidak
ada perinciannya dalam nash melainkan disebabkan penafsiran dari suatu nash
yang tidak jelas. Dalam rangka ini dimungkinkan adanya ajaran al-quran yang
besifat universal.[5]
Perbedaan
harus disikapi dan diselaraskan berdasarkan kesepakatan bersama (ijtihad),
melalui kelembagaan yang didukung ulama berwawasan dan berpengetahuan luas
(khalaf as sahih) serta dilakukan dalam proses yang demokratis (ijma).
Dengan
demikian, secara konsepsional Al Qur’an dipandang sebagai sumber ilham
tertinggi, paling agung serta mulia bagi umat Islam. Perbedaan sebuah keniscayaan Pemahaman berdasarkan
pendekatan secara tekstual dan pemahaman berdasarkan
pendekatan konseptual, dalam banyak hal akan melahirkan perbedaan
mendasar. Kiranya perlu disadari, bahwa perbedaan - perbedaan tersebut muncul
karena Tuhan sendiri dalam firmannya menyatakan hal itu memang dimungkinkan
terjadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam
sebagai suatu agama yang mengandung berbagai ajaran sosial, ekonomi, hukum, akhlak merupakan pegangan umatnya yang harus diterima dan diamalkan secara seksama. Islam banyak memberikan kelonggaran dalam syariat agama bagi umatnya disesuaikan situasi dan kondisi mereka saat itu karena islam bukanlah agama otoriter dan pemaksaan.
1. Teks adalah tulisan
yang membuahkan arti atau pengertian. Dipandang secara tekstual,
Al Qur’an adalah merupakan kumpulan firman
– firman Tuhan sebagaimana wahyu yang diterima oleh Nabi
Muhammad. Karena itu,
teks Al Qur’an dipandang sebagai sumber hukum tertinggi bagi umat
Islam, yang tak dapat dilepaskan dari keberadaan Hadits sahih sebagai petunjuk pelaksanaannya, yaitu Hadits yang diriwayatkan secara benar oleh para sahabat Nabi
yang diakui kemampuan serta integritasnya.
2. Islam secara
kontekstual dalam perkembangan dunia islam pada umumnya terbagi dalam dua tahap yaitu : Islam tradisional yang
menerima Al-Qur’an sebagai kalam Tuhan baik kandungan maupun bentuknya, menerima komentar-komentar tradisional yang linguistik, historical, sapiental dan metafisikalatas Al-Qur’an dan Islam kontemporer sebagai realita masa kini. Diera kontemporer ini dalam memahami
Islam hendaknya diarahkan secara kontekstual yang menurut Dr. Yusuf Qordowi pemahaman Islam secara kontekstual sering disebut Al-Waqiiyyah yaitu mengakui realita selama ini sebagai suatu hakekat yang factual dan memiliki eksistensi
yang terlihat. Menurut Qordowi ada beberapa aspek ajaran agama yang dapat dipahami secara AL-Waqi’iyyah antara lain aspek akidah, ibadah, syariat, tarbiyah dan akhlak.
3. Dipandang secara konseptual, sebagai wahyu
Tuhan, ketika diturunkan, kandungan Al Qur’an tentu tidak terlepas dari konteks
perilaku dan peradaban komunitas yang ada pada saat itu, yang dikenal sebagai
jaman Jahiliyah, sekitar abad 60 Masehi. Al Qur’an kehadirannya tidaklah
berdiri sendiri, melainkan merupakan kelanjutan dan penyempurnaan ajaran –
ajaran moral yang dibawakan oleh Rasul – rasul sebelumnya, yaitu Musa dengan
kitab Taurat ( Torah ) nya dan Isa dengan kitab Injil ( Bible )
nya. Dengan demikian, secara konsepsional Al Qur’an dipandang
sebagai sumber ilham tertinggi, paling agung serta mulia bagi umat Islam. Perbedaan
sebuah keniscayaan Pemahaman berdasarkan pendekatan secara tekstual
dan pemahaman berdasarkan pendekatan konseptual, dalam banyak hal akan
melahirkan perbedaan mendasar.
B. Saran
Demikian makalah ini dibuat, semoga
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi pemakalah pada khususnya.
Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka
dari itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna kesempurnaan
makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Syuhudi Ismail, Hadits Nabi Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994)
Yusuf Qardawi, Karakteristik
Islam Kajian Analitik, (Surabaya: Terj. Rofi’Munawwar,
Tajuddin, Risalah Gusti,
1994)
Drs. Kaelany, Islam Iman dan Amal
Saleh, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000)






0 komentar:
Posting Komentar